Wawasan Islam tentang kesehatan fisik dapat ditemukan melalui konsepnya tentang kebersihan dan gizi (larangan makanan dan minuman yang tidak baik, perintah memakan makanan dan minuman yang halal lagi bergizi). Sementara, penjelasannya tentang kesehatan psikologis dapat ditemukan ilustrasinya dalam konsep Islam tentang penyakit hati dan perintah makan makanan yang halal. Pertama, penjelasan Islam tentang kebersihan tercermin dalam perintah berwudhu’ sebelum salat, mencuci tangan sebelum makan, menggosok gigi, dan lain sebagainya. Kedua, larangan memakan makanan atau meminum minuman yang haram dan tidak thayyib (baik) dapat dicermati penjelasannya dalam Q.S. al-Baqarah, 2: 172-173, al-Ma’idah, 5: 90, dan al-A’raf, 7: 30. Dalam Q.S. ’Abasa, 80: 24, Allah kembali meminta perhatian manusia melalui firmanNya:
فَلْيَنظُرِ الإِنسَانُ إِلَى طَعَامِهِ
”Hendaklah manusia memperhatikan makanannya.”
Lebih jauh, Islam mengemukakan secara rinci dan gamblang jenis-jenis makanan dan minuman yang baik untuk dikonsumsi manusia karena pengaruh positif dalam meningkatkan kualitas kesehatannya. Di antaranya Al-Qur’an menguraikan jenis makanan seperti daging, ikan, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Dalam ayat-ayat yang berbicara tentang minuman, ditemukan jenis-jenis minuman yang bergizi, antara lain susu, madu, dan air.
Itulah prinsip-prinsip umum yang dicetuskan Islam tentang kesehatan. Akan tetapi, tulisan ini hanya akan menfokuskan diri pada hak-hak kesehatan perempuan dalam Islam. Di samping akan dikemukakan perlunya perlakuan khusus bagi kaum perempuan yang berada pada posisi sulit untuk mendapatkan kehidupan yang sehat karena beberapa alasan. Antara lain kemiskinan, tinggal di daerah terpencil, dan kurangnya akses informasi.
Ruang Lingkup Kesehatan dalam Fiqih Islam
Ada 2 (dua) istilah yang digunakan Islam untuk menunjuk kepada kesehatan, yaitu istilah shihhah dan ’āfiah. Bahkan dalam banyak hadits ditemukan banyak do’a yang mengandung permohonan ’āfiah di sampingshihhah. Apa perbedaan makna kedua kata ini? Secara gramatikal kata shihhah lebih bersifat fisik-biologis, sementara makna ’āfiah merupakan kesehatan yang bersifat mental-psikologis. Tangan yang sehat adalah mata yang dapat memandang atau melihat benda-benda empiris. Sedangkan mata yang ’āfiah adalah mata yang hanya melihat hal-hal yang mubah dan bermanfaat. Orang yang sehat adalah orang yang memiliki kondisi tubuh yang segar, normal, dan seluruh anggota badannya dapat bekerja dengan baik. Sedangkan orang yang ’ āfiah adalah orang yang memiliki ketenangan batin atau jiwa. Maknanya lebih berorientasi psikologis. Kesimpulan ini diperkuat oleh redaksi Al-Qur’an sendiri yang menyebut perintah makan sebanyak 27 kali dalam berbagai bentuk dan konteksnya dengan senantiasa menekankan salah satu dari dua sifat halal dan thayyib (baik dan bergizi). Bahkan terdapat 4 ayat yang menggabungkan keduanya.
Dengan demikian, maka kesehatan yang dimaksud Islam adalah kesehatan fisik-biologis sekaligus kesehatan mental-psikologis. Dalam perspekif Ilmu kesehatan, dikenal juga ada beberapa bentuk kesehatan. Di antaranya kesehatan fisiologis, psikologis, dan sosial/ masyarakat. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah SWT yang wajib disyukuri dengan cara mengamalkan, memelihara, dan mengembangkannya. Ada banyak dalil yang mengilustrasikan sekaligus menegaskan tentang kebutuhan manusia kepada ketiga bentuk kesehatan di atas. Berkaitan dengan kesehatan fisik Allah SWT berfirman:
…إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
”…Allah senang kepada orang yang bertaubat dan suka membersihkan diri.” (QS al-Baqarah, 2: 222)
Kata taubat dalam ayat di atas dapat melahirkan kesehatan mental. Sedangkan kata kebersihan mendatangkan kesehatan fisik.
Dalam beberapa hadits juga kita temui penjelasan Rasulullah s.a.w. tentang kesehatan fisik, antara lain adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ النَّهَارَ وَتَقُومُ اللَّيْلَ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَلَا تَفْعَلْ صُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dia berkata bahwa Rasulullah saw telah bertanya (kepadaku): “Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan dan selalu berjaga di malam hari?” Aku pun menjawab: “ya (benar) ya Rasulullah.”Rasulullah saw pun lalu bersabda: “Jangan kau lakukan semua itu. Berpuasalah dan berbukalah kamu, berjagalah dan tidurlah kamu, sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu, dan isterimu pun mempunyai hak atas dirimu.” (Hadis Riwayat al-Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash).
Rasulullah s.a.w. juga pernah memberi nasihat:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا.
”Apabila kalian mendengar adanya wabah penyakit di suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah itu, akan tetapi apabila kalian berada di daerah tersebut, janganlah meninggalkannya.” (HR al-Bukhari dari Usamah bin Yazid)
Berkaitan dengan kesehatan mental-psikologis Allah SWT menjelaskan:
يَوْمَ لا يَنفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ (٨٨) إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (٨٩)
”Pada hari harta dan anak-anak tidak berguna, (tetapi yang berguna tiada lain) kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat.” (QS asy-Syu’arâ’, 26: 88-89)
Dalam sebuah hadits Rasulullah s.a.w. mengisyaratkan dengan jelas masalah pentingnya memperhatikan kesehatan mental, termasuk tindakan orang tua yang dapat memengarui kepribadian dan perkembangan mental anaknya. Dalam sebuah hadits diungkapkan ada seorang anak yang sedang digendong, kemudian pipis sehingga membasahi pakaian Nabi. Ibunya merenggut bayi tersebut dengan kasar sembari memaksa si bayi untuk menghentikan pipisnya. Dalam kondisi ini, Nabi menegur si ibu dengan mengatakan: ”Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut ia dengan kasar. Sesungguhnya pakaian ini dapat dibersihkan dengan air, tapi apa yang dapat menjernihkan (mengobati) luka hati sang anak (yang engkau renggut dengan kasar).”
Sebagaimana dilaporkan banyak ahli, bahwa sebagian gangguan kejiwaan yang diderita orang dewasa, dapat ditelusuri penyebabnya pada perlakuan yang diterimanya di waktu kecil. Karena itu, Islam memerintahkan kepada orang-tua agar menciptakan suasana tenang dan memberikan kepada anak perlakuan yang baik dan lemah lembut. Karena perlakuan dan sikap orang tua sangat mempengaruhi kesehatan mental si anak, bahkan sejak bayi berada dalam kandungan. Perspektif Islam tentang kesehatan psikologis meliputi banyak hal yang mungkin tidak tercakup dalam ranah ilmu kesehatan modern. Ia dapat berupa sikap angkuh, sombong, iri/dengki, dendam, loba, depresi, stress berat, cemas berlebihan, goncangan jiwa lainnya.
Paparan di atas memberikan pesan bahwa kesehatan baik fisik maupun psikologis merupakan kebutuhan dasar manusia, karena Islam memerintahkan untuk memelihara, dan meningkatkan kualitasnya. Karena kebersihan dan makanan/ minuman merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia, maka Islam memerintahkan ummatnya untuk memperhatikan kebersihan dan mengkonsumsi makanan yang halal dan bergizi. Makanan halal melahirkan kesehatan ruhani pemakannya, sementara makanan bergizi membangun kesehatan jasmani mereka.
Hak-hak Kesehatan Perempuan
Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar setiap orang, karena itu pula kesehatan merupakan hak mendasar yang paling asasi bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Karena tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan asasinya, maka negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan keadilan dalam memperoleh kualitas kesehatan yang maksimal bagi rakyatnya. Keadilan dalam hal ini meliputi baik akses, proses, maupun hasil yang diperoleh oleh setiap orang, khususnya kaum perempuan dan anak. Secara faktual, perempuan dan anak-anak adalah populasi penduduk yang memiliki kualitas kesehatan yang rendah di Indonesia. Rendahnya kualitas kesehatan dimaksud tidak hanya meliputi kesehatan mereka secara umum, melainkan juga yang bersifat sangat khusus dan menyangkut keselamatan populasi manusia. Yang disebut terakhir adalah berkaitan dengan kesehatan reproduksi bagi kaum ibu serta pelayanan kesehatan bagi mereka saat pra, sedang, atau paska melahirkan. Begitu juga, tidak hanya menyangkut kesehatan fisik, tetapi juga psikologis.
Perlu disadari, bahwa kualitas kesehatan berkait berkelindan dengan kualitas makanan atau gizi, di samping kebersihan (termasuk sterilisasi alat medis bagi ibu bersalin), tempat tinggal, dan lingkungan sosial. Ia juga berkaitan dengan kualitas pendidikan dan taraf ekonomi. Bahkan untuk kasus-kasus kesehatan psikologis sangat terkait dengan situasi sosial-politik atau keamanan. Karena itu, negara berkewajiban untuk memenuhi kualitas gizi, kebersihan, tempat tinggal, dan lingkungan sosial. Karena semua itu merupakan kewajiban negara dan hak asasi setiap warganya. Dalam bahasa al-Qur’an, disebut dengan kewajiban menunaikan amanah kepada yang berhak. Kewajiban negara memenuhi hak-hak tersebut merupakan prasyarat ketaatan rakyat kepada kepemimpinan suatu negara atau ummat
EmoticonEmoticon