RESUME
Sistem
Perekonomian Internasional Dunia
Setelah
membahas mengenai sisi historikal dan tiga grand theoretical dari ekonomi
politik internasional, kali ini penulis akan membahas mengenai bagaimana sistem
ekonomi politik internasional tersebut berevolusi. Sistem moneter dan keuangan
dunia dianggap telah mengalami tiga fase transformasi semenjak akhir abad ke-19. Tiga masa transformasi yang disebutkan
oleh Helleneir (2008:230) berawal dari masa inter-war, dimana tatanan moneter
dan keuangan saat itu mengglobal dan terintegrasi satu sama lain, hingga
mengalami kegagalan pada tahun 1914. Pada tahun 1944, tata keuangan moneter dan
keuangan dunia membentuk suatu sistem bersama yang disebut dengan Bretton Woods
yang dianggap sebagai suatu bentuk tatanan perekonomian yang baru. Namun sistem
ini dianggal gagal sektiar tahun 70-an dikarenakan, aplikasinya hanyalah
merupakan salah satu bentuk dan kelanjutan daripada sistem perekonomian yang
lalu.
Kembali
pada bahasan tahun 1914, pada masa itu mata uang dari hampir seluruh negara di
dunia ditentukan oleh gold standard, yang pula dikenal sebagai fixed
exchange-rate system. Pada saat itu pula, negara-negara dibelahan Eropa
membentuk suatu kesatuan moneter dalam tingkat regional yang sekarang lebih
dikenal dengan nama European Union (EU). Hal ini memicu terbentuknya
kelompok-kelompok tatanan perekonomian lain seperti Amerika Latinnya dengan
Latin Monetary Union (LMU) dan pula pada negara-negara Skandianavia yakni
Scandinavia Monetary Union (SMU). Integrasi mata uang seperti dengan
terbentuknya kelompok-kelompok seperti tidak lain bertujuan untuk memudahkan
jalannya transaksi ekonomi diantara negara-negara tersebut. Helleiner
(2008:216) menjelaskan bahwasannya laju perekonomian berjalan dikarenakan
adanya imperial yang mengatur. Meski terlihat mengalir, namun rezim saat itu
dibentuk oleh para penguasa. Helleiner pun menyebutkan beberapa hal yang
menyebabkan adanya evolusi dan perubahan tatanan sistem perekonomian
internasional yang terjadi hingga saat ini, yang pertama adalah The End of
Globalization, teori stabilitas
hegemoni, serta perubahan yang terjadi pada perekonomian domestik. The End of
Globalization disebut oleh Harold James (dalam Helleiner:2008) dikarenakan
adanya blok-blok perekonomian tertutup seperti EU, LMU, SMU. Beralihnya
negara-negara tersebut meninggalkan sistem internasional yang pada masa itu
menggunakan gold standard dan membentuk blok-blok baru terlihat semenjak masa Perang
Dunia I, dimana negara-negaa tersebut lebih memilih sistem yang disebut dengan
floating currencies. Namun, pada tahun 1920 mereka yang masih percaya pada
sistem yang lampau mencoba mengembalikan sistem gold standard. Namun, 1930
krisis keuangan mulai menimpa negara-negara di dunia (Helleneir, 2008: 216)
hingga menyebabkan runtuhnya sistem pinjaman dan gold standard tersebut.
Evolusi
perubahan dari gold standard hingga beralihnya negara-negara didunia dalam
membentuk suatu integrasi ekonomi dan
keuangan sendiri disinyalir oleh banyak penstudi dimana stabilitas hegemonilah
yang memiliki pengaruh dalam mengatur jalannya sistem perekonomian
internasional ini. Negara hegemon dianggap mampu untuk menyeimbangkan sistem
perekonomian internasional. Seperti yang terjadi ketika Inggris dianggap sebagai pemimpin
dalam keberlangsungan sistem moneter keuangan, dan ketika Inggris mengalami
resesi, seketika perekonomi internasionalpun menjadi goyah. Setelah amsa
tersebut, AS dianggap sebagai pengganti Inggris yakni negara kreditor bagi
tatanan ekonomi dunia, dan sejak itu dan mungkin hingga kini dolar AS menjadi
mata uang yang terkuat dalam tatanan perekonomian dunia internasional. Faktor
kedua dalam perubahan sistem moneter dan tata ekonomi internasional adalah perubahan
ekonomi akibat kondisi politik dalam egeri suatu negara. pasca 1914, elit politik menganggap
bahwasannya kebijakan domestik harus berjalan dengan kebijakan luar negeri. Hal
ini bertujuan untuk lebih dapat mengatur nilai tukar mata uang nasionalnya dengan
emas. Karena hegemon dianggap penguasa modal pada sistem gold standard
tersebut. Jadi, ketika momen buruk terjadi pada kondisi negara penguasa, maka
efek nya akan merambat pada engara-negara lainnya. dan pada tahun 1930-an,
pengontrolan kapital mulai menjadi fokus utama sebuah negara dalam mengatur
perekonomiannya (Helleneir, 2008: 217-218).
Sejarah mencatat, bahwasannya peristiwa
penting pada perekonomian dunia pasca Perang Dunia adalah pada saat Camp David.
Dimana hal yang dibahasa pada saat itu adalah close the gold window yakni upaya
untuk menutup sistem gold standard. Standar nilai tukar emas digantikan dengan
dollar AS. Dibawah sistem Bretton Woods, suatu negara dapat menukar dolar untuk
emas. Sistem ini mendorong pihak-pihak lain untuk menekan nilai dolar AS
mengalami devaluasi yang akan mengakibatkan turunnya nilai emas pula. Maka, ada
beberapa hal yang digunakan oleh Amerika Serikat dalam mempertahankan nilai
dolarnya seperti kenaikan suku bunga, memotong pengeluaran, mengatur keuntungan
dan ubah, dimana kegiatan-kegiatan yang seperti inilah yang mengarahkan AS pada
tingkat resesi (Frieden, 2006: 339-340). Dan hal tersebut terjadi, AS berusaha
menekan devaluasi dengan melakukan beberapa hal. Harga barang AS meningkat
tajam dibandingkan di negara lain. hal ini pula menyebabkan barang impor lebih
banyak diminati. Dan pada tahun 1971, hal ini mengakibatkan defisit perdagangan
AS. AS yang dianggap sebagai pengatur keuangan internasional ternyata tidak
mampu berjalan ketika yang terjadi berbeda dan berkebalikan dalam sistem
keuangan domestiknya. Inilah yang kemudian melihatkan pada kita bahwasannya
untuk menyeimbangkan sistem politik internasional dengan kepentingan politik
domestik itu terkadang berjalan berkebalikan. Hingag pada tahun 1973, AS mengalami
devaluasi, perdagangan kembali surplus, ekonomi tumbuh dan pengangguran
berkurang (Frieden, 2006: 340-342). Bretton Woods berjaya pada kurun waktu 1958-1971 (Helleiner, 2008: 221) dan menjadi tonggak yang penting dalam
menciptakan tatanan sistem ekonomi internasional yang dilandaskan pada sistem
yang liberal. Negara yang terlibat dalam sistem ini berkomitmen untuk
menentukan nilai tukar matang uang dalam gold standard. Bretton Woods dapat
dianggap sebagai sebuah adjustable exchange-rate, dimana negara-negara penganut
sistem ini bersedia dalam mengikuti sistem yang dibentuk oleh negara hegemon
termasuk dalam kontrol kapital, adanya bantuan dari IMF, dan World Bank. Namun
masa kejayaan ini tidak berlangsung lama manakala AS mengalami resesi ekonomi
sehingga mengakibatkan matika sistem tersebut.
Kesimpulan
Perkembangan
dan perubahan yang terjadi dalam tata
keuangan perekonomian internasional dalam Susan Strange (1986) diibaratkan
dalam permainan kasino. Pergantian harga mampu di monitor secara langsung,
serta perekonomian ini mampu berubah secara cepat sesuai dengan keadaan yang
terjadi. Globalisasi yang terjadi tidak hanya mengandalkan peranan pasar dan
teknologi, namun masih membutuhkan peran pemerintah sebagai kotnrol kapital
dalam memuat segala regulasinya. Mengapa demikian? Karena perkembangan ekonomi
baik pasar domestik maupun internasional memiliki implikasi langsung pada
kondisi sebuah negara. Meski liberalisasi ekonomi telah terjadi semenjak
Bretton Woods System, negara masih memiliki andil dalam mengatur hubungan
ekonomi politik internasional dan ekonomi domestic.
Referensi:
Frieden,
Jeffrey A., 2006. “The End of Bretton Woods”, dalam Global Capitalism: Its Fall
and Rise in the Twentieth Century. New York: W. W. Norton & Co. Inc.,
pp.339-360
Helleiner,
Eric. 2008. “The Evolution oof the International Monetary and Financial
System”, dalam Ravenhill, John, Global Political Economy. Oxford: Oxford
University Express., pp.213-240
Strange,
Susan. 1986. “Casino Capitalism”, dalam Casino Capitalism. Oxford: Basil
Blackwell Ltd., pp.1-24
Sistem perekonomian
Sistem
perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi
dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor
produksinya.
Selain
faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut
mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned
economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor
produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market
economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang
dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Macam
sistem perekonomian
1. Sistem
Perekonomian Kapitalisme,
yaitu
sistem ekonomi yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk
melaksanakan kegiatan menjual barang dan sebagainya. Dalam sistem perekonomian
kapitalis,semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba yang
sebesar besarnya.
2. Sistem
Perekonomian Sosialisme,
yaitu
sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap
orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi, tetapi dngan campur tangan
pemerintah.Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan
perekonomian negara serta jenis jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Sistem
Perekonomian komunisme,
adalah
sistem ekonomi dimana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber
kegiatan perekonomian. Setiap orang tak boleh memiliki kekayaan pribadi.
Sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis,
dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan
Pemerataan Ekonomi dan kebersamaan.
4. Sistem
Ekonomi Merkantilisme,
yaitu
suatu sistem politik ekonomi yang sangat mementingkan perdagangan internasional
dengan tujuan memperbanyak aset& modal yang dimiliki negara.
5. Sistem
Perekonomian Fasisme,
yaitu
paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain,
dengan kata lain, fasisme merupakan sikap rasionalism yang berlebihan.
APBN
2011 YANG MODERAT
Anggaran
Belanja Negara 2011 disusun ditengah optimisme ekonomi dunia yang mulai
pulih. Pada pertengahan tahun 2009 yang
lalu, perekonomian dunia telah memberikan gambaran positif, dengan terjadinya
pembalikan arah dari krisis global, dan masih terus berlanjut hingga triwulan I
tahun 2010. Sejalan dengan itu, menurut Bank dunia dalam World Economic
Outlook, bulan Juli 2010, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 yang sempat
mengalami kontraksi hingga 0,6 persen, pada tahun 2010 diperkirakan akan kembali
menguat menjadi 4,6 persen. Penguatan laju pertumbuhan ekonomi global tersebut
terutama dimotori oleh pulihnya kondisi perekonomian negara-negara berkembang.
Ekonomi
China, sebagai motor penggerak proses pemulihan dari krisis, diperkirakan
tumbuh mencapai 10,5 persen, sementara perekonomian Indonesia diperkirakan
masih akan tumbuh cukup kuat. Sejalan dengan perkembangan positif ekonomi
global, kinerja perekonomian domestik juga terus menunjukkan perbaikan yang
cukup signifikan.
Stabilitas
ekonomi Indonesia relatif terjaga dengan kecenderungan semakin menguat. Selama
Januari-Juli tahun 2010, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat menguat 16,2 persen ke level Rp9.172/USD. Selanjutnya, pergerakan nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat hingga akhir tahun diperkirakan
tetap stabil, sehingga secara rata-rata di sepanjang tahun 2010 akan berada
pada kisaran Rp9.200/USD.
Penguatan
rupiah membawa dampak positif kepada pengendalian inflasi. Laju inflasi
sepanjang Januari-Juli tahun 2010 masih relatif terkendali pada tingkat 6,22
persen (y-o-y) atau 4,02 persen (y-t-d). Tekanan inflasi diperkirakan akan
terjadi pada semester II tahun 2010 seiring dengan kenaikan TDL, tahun ajaran
baru, serta hari raya keagamaan (puasa, lebaran, natal dan tahun baru). Namun,
dengan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang semakin baik, laju
inflasi sampai akhir tahun 2010 diharapkan masih dalam sasaran.
Sejalan
dengan terjaganya laju inflasi, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan juga cenderung
terus menurun. Sepanjang Januari-Juli tahun 2010, rata-rata suku bunga SBI 3
bulan berada pada tingkat 6,58 persen, atau jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,29
persen.
Di
sisi eksternal, kinerja ekspor dan impor dalam kuartal I tahun 2010 mengalami
peningkatan cukup signifikan dari periode yang sama tahun sebelumnya,
masing-masing sebesar 41,8 persen dan 52,4 persen. Hal ini terutama didukung
oleh penguatan kinerja sektor komoditas manufaktur, seperti industri tekstil,
pakaian, alat angkut, dan kimia yang semakin membaik, sejalan dengan pulihnya
kondisi ekonomi global. Sejalan dengan penguatan kinerja ekspor-impor tersebut,
neraca pembayaran pada semester I tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus
sebesar USD10,9 miliar, dan cadangan devisa menguat hingga mencapai posisi
USD78,8 miliar di akhir Juli 2010.
Seiring
dengan makin kuatnya fundamental ekonomi domestik, yang didukung oleh
membaiknya faktor eksternal, maka pertumbuhan ekonomi dalam semester I tahun
2010 mencapai 5,9 persen, atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2009 yang sebesar 4,3 persen.
Berdasarkan
kondisi perekonomian dunia maupun domestik selama semester I 2010, Pemerintah kemudian
menetapkan asumsi ekonomi Makro sebagai dasar perhitungan Rancangan anggaran
biaya negara 2011.
Asumsi
Ekonomi Makro, 2008 - 2011
Sumber
pembiayaan dalam negri diutamakan
Menurut
berbagai kalangan asumsi tersebut cukup realistis walaupun banyak pihak yang
mengharapkan Pemerintah lebih optimis dengan menetapkan asumsi pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi. Misalnya dengan asumsi inflasi sebesar 5,3% seperti
pada APBN 2010, Pemerintah seharusnya berani menurunkan SBI menjadi 6% untuk
mendorong suku bunga kredit yang lebih rendah
sehingga dunia usaha lebih bergairah
Salah
satu yang juga diharapkan oleh pengusaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
lebih tinggi adalah dengan menetapkan defisit anggaran yang lebih tinggi.
Menurut APBN 2011 defisit anggaran mencapai Rp. 115,6 trilyun atau sekitar 1.7%
dari GDP.
Sebelumnya,
Partai Golkar mengusulkan untuk
menaikkan defisit anggaran 2011 dari 1,7 persen menjadi 2,1 persen dan menurut
GOLKAR pemerintah tidak perlu khawatir akan naiknya defisit APBN 2011, karena
saat ini defisit Indonesia relatif rendah dan yang terpenting adalah
terjaminnya kesejahteraan rakyat.
Menurut
Partai Golkar dalam RAPBN 2011 ini, dana untuk pembangunan infrastruktur hanya
dipatok sebesar Rp. 63, 6 triliun, penanggulangan kemiskinan sekitar Rp.49,3
triliun, dan transfer ke daerah hanya sebesar Rp 378,4 triliun. Dengan
penambahan defisit menjadi 2,1 persen itu
akan ada tambahan anggaran dalam APBN 2011 sebesar Rp 32 triliun. Dana
itu bisa digunakan untuk menutup kekurangan anggaran di beberapa sektor
tersebut. Untuk itu, usulan defisit anggaran sebesar 2,1 persen kalau
disetujui, masih jauh lebih rendah dibanding angka defisit anggaran di negara
tetangga, seperti Cina 2,8 persen, Thailand 3,8 persen, Malaysia 5,4 persen.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dengan tegas menolak untuk menaikkan defisit APBN 2011
dari 1,7 persen menjadi 2,1 persen yang dinilai tidak ada urgensinya, dan
menyerukan penghematan anggaran kepada seluruh elemen pemerintah dimulai pada
tahun 2011.
SBY
mengatakan jika pemerintah menaikkan defisit sebesar 0,4 persen maka sama
dengan menambah pinjaman atau utang negara sebesar Rp 28 triliun. SBY
menginginkan penghentian belanja-belanja negara yang tidak diperlukan, untuk
itu dia akan mengeluarkan Inpres dan Perpres untuk penghematan konkret di tahun
2011.
Ringkasan
APBN, 2008 - 2010
Subsidi
energi menjadi ganjalan
Salah
satu yang mengganjal dalam APBN 2011 adalah masalah subsidi. Terutama subsidi
energi yaitu untuk sumbsidi BBM dan subsidi listrik. Pada saat RAPBAN 2011
diajukan Pemerintah merencanakan kenaikan TDL pada Januari 2011 agar subsidi
Listrik menurun.
Namun
kemudian dalam pembahasan dengan DPR akhirnya Pemerintah menyepakati untuk
tidak menaikan TDL tahun 2011. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya kenaikan subsidi
listrik, namun dalam kesepakatan dengan DPR besarnya subsidi listrik ditetapkan
sama dengan RAPBN 2011 yaitu sebesar RP. 41 trilyun.
Hanya
saja, pemerintah mengajukan penangguhan (carry over) subsidi listrik 2009
sebesar Rp4,6 triliun tidak diberikan pada 2011 untuk mencapai kesepakatan
tersebut. Sesuai dengan Nota Keuangan RAPBN 2011 ditetapkan alokasi subsidi
listrik tahun depan sebesar Rp41,02 triliun, dengan asumsi subsidi listrik
berjalan 2011 Rp36,4 triliun, hutang subsidi listrik 2009 Rp4,6 triliun, dan
kenaikan TDL per 1 Januari 2011 sebesar 15%.
Namun,
dengan tidak adanya kenaikan TDL pada tahun 2011 maka Pemerintah memilih untuk
menangguhkan utang subsidi 2009 sebesar Rp4,6 triliun. Jadi tidak ada kenaikan
TDL dan tidak ada penambahan besaran subsidi listrik tahun berjalan 2011.
Secara
keseluruhan dalam 4 tahun terakhir Pemerintah telah menurunkan anggaran untuk
subsidi. Pada tahun total subsidi mencapai Rp. 275 trilyun, kemudian turun
menjadi Rp. 158 trilyun tahun 2009. Hal ini dilakukan untuk mencegah defisit
anggaran yang berlebihan karena menurunnya pendapatandalam negeri sebagai
dampak krisis finansial global. Pada tahun 2010 subsidi meningkat kembali
karena besarnya subsidi energi akibat meningkatnya kembali harga minyak dunia
menyusul perbaikan ekpnomi yang berlangsung dinegara maju.
Pada
tahun 2011 subsidi kembali diturunkan walaupun subsidi untuk BBM masih
meningkat sejalan dengan meningkatnya harga minyak dunia sementara harga dalam
negeri belum bisa dinaikkan, akibat tentangan yang keras dimasyarakat.
Perkembangan
Subsidi dalam APBN 2008 - 2011
Sumber
pembiayaan dalam negeri lebih diandalkan
Untuk
menutupi defisit anggaran Pemerintah merencanakan mencari sumber pembiayaan
dalam negeri. Pemerintah SBY selama ini telah bertekad untuk mengurangi hutang
luar negeri. Sumber pembiayaan luar negeri diutamakan berupa hibah atau
pemutihan utang . Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, apabila memang
terpaksa untuk menarik pinjaman luar negeri, Pemerintah ingin pinjaman yang
biayanya rendah sehingga tidak makin memberatkan di kemudian hari. Seperti rencana penerbitan surat utang
Samurai Bond, yang dijamin Pemerintah Jepang. Dengan peningkatan rating
Indonesia yang telah mencapai investment grade, maka beban akan makin menurun.
Sumber
pembiayaan dalam negeri untuk menutup defisit anggaran pada tahun 2011
diantaranya dengan menerbitkan Obligasi dan rencana privatisasi 10 BUMN
terutama BUMN di sektor Perkebunan. Saat ini diharapkan merupakan saat yang
tepat untuk menerbitkan Obligasi maupun privatisasi BUMN. Sebagai negara yang
mampu terus tumbuh dalam keadaan krisis global, Indonesia kemudian menjadi
tujuan investasi yang menarik. Hal ini mendorong dinaikannya rating Indonesia
sehingga risiko investasi di indonesia dianggap lebih rendah dan pada gilirannya
menyebabkan makin rendah biaya investasi. Demikian juga BUMN Perkebunan yang
kinerjanya membaik sejalan dengan naiknya harga komoditi perkebunan diharapkan
akan bisa mendapatkan harga penawaran perdana yang tinggi ketika melakukan IPO.
Sampai
saat ini pembiayaan dari dalam negeri masih cukup tinggi biayaanya karena
besarnya suku bunga yang harus ditanggung. SBI yang sebesar 6,5% adalah yang
terendah selama sepuluh tahun terakhir, namun dibandingkan dengan negara lain
SBI masih jauh lebih tinggi.
Demikian
juga biaya untuk menerbitkan surat berharga Pemerintah seperti Obiligasi dan
Surat utang negara lainnya, dibanding negara lain Indonesia masih dibebani suku
bunga yang tinggi.
Pembiayaan
Anggaran, 2008 - 2011
Pajak
Sumber pendapatan utama
Pajak
semakin menjadi sumber penerimaan negara semenjak penerimaan negara dari minyak
dan gas menyusut tajam. Demikian juga penerimaan negara bukan pajak lainnya
belum mampu menggantikan penerimaan dari sektor migas.
Pendapatan
Negara, 2008 - 2011
Kesimpulan
Setelah
mengalami krisis finansial global selama tahun 2008-2009, maka kondisi ekonomi
tahun 2010 telah membaik dan diperkirakan perekonomian dunia akan terus pulih
tahun 2011. Menyongsong tahun 2011 ini ,
Pemerintah cukup optimis untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi yaitu 6,3% dibanding tahun 2010.
Walaupun
demikian Pemerintah cenderung berhati-hati dan memilih pertumbuhan yang moderat
untuk perekonomian Indonesia pada tahun 2011. Padahal negara tetangga yang
cukup berat dihantam krisis finansial pada tahun 2009, kini telah
berancang-ancang meningkatkan kembali pertumbuhan ekonominya setelah berhasil
memperbaiki perekonomian yang terpukul sebelumnya, seperti Singapura, Thailand,
dan Filipina. Kini negara tersebut mencanangkan pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi dari indonesia pada tahun 2011.
Kehati-hatian
Pemerintah ditunjukkan dengan membatasi defisit anggaran, tetap mempertahankan
suku bunga SBI sebesar 6,5% dan membatasi sumber pembiayaan dengan mengutamakan
pembiayaan dari dalam negeri.
Kehati-hatian
ini memang masuk akal karena trauma dampak dari krisis moneter tahun 1999 yang
belum sepenuhnya hilang. Namun hal ini juga menyebabkan kehilangan peluang
tumbuh bagi Indonesia yang seharusnya bisa start lebih dulu dibandingkan negara
tetangga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi ketika ekpnomi dunia telah mulai pulih.
Beberapa
hambatan yang dihadapi Indonesia untuk bisa lebih melonggarkan perekonomian
adalah biaya uang yang cukup tinggi. Sampai saat ini bunga pinjaman bank di
dalam negeri masih sangat tinggi dibanding negara tetangga lainnya. SBI yang
mencapai 6,5% juga termasuk tinggi dibandingkan suku bunga yang ditetapkan bank
sentral negara lain. Demikian juga obligasi Pemerintah dipatok dengan yield
yang lebih tinggi dari negara lain bahkan dengan negara seperti Filipina yang
ekonominya terkena dampak cukup parah ketika terjadi krisis finansial global.
Namun Filipina berhasil menerbitkan obligasi dengan yield yang lebih rendah
dibanding Indonesia.
Dengan
kondisi tersebut sebenarnya terdapat celah yang cukup besar untuk mendorong
ekonomi Indonesia tumbuh lebih pesat. Kehati-hatian yang dtunjukkan oleh
Pemerintah sudah cukup baik untuk menstabilkan ekonomi namun masih belum
memadai untuk bisa tumbuh dan bersaing dengan negara lain.